Kuliner Khas Pekalongan: Kaya Rasa dan Sejarah
Published on 29 March 2018 in Review
429 Views
Kekayaan kuliner Pekalongan adalah berkat percampuran ragam budaya bangsa-bangsa asing yang berdatangan dan membuka jalur perdagangan ke daerah pesisir ini.
Salah satu kegiatan paling menarik ketika berkunjung ke Pekalongan adalah mencicipi makanan dan minuman khasnya. Kota ini memang memiliki ragam kuliner yang tak ada habisnya berkat berkat percampuran ragam budaya bangsa-bangsa asing yang berdatangan dan membuka jalur perdagangan ke daerah pesisir ini. Budaya asli Jawa berbaur dan berdampingan harmonis bersama budaya Arab, Cina, dan Belanda.
Tauto
Pekalongan kaya akan makanan berkuah, salah satunya tauto. Tauto adalah sebutan orang Pekalongan untuk caudo, makanan berkuah orang Peranakan yang kemudian oleh lidah orang Jawa dilafalkan menjadi soto. Tauto berisikan daging sapi (dulunya daging kerbau), bihun, tauge, dan kol serta disajikan panas-panas. Yang membuat makanan ini terasa khas adalah tambahan bumbu tauco pada isian dan kuah kaldunya. Taburan usus goreng melengkapi makanan yang ternyata merupakan hasil percampuran budaya kuliner Tionghoa dan India.
Dulu tauto dijual dengan cara dipikul berkeliling oleh orang-orang Tionghoa. Bila ingin mencoba makanan ini, banyak yang merekomendasikan Rumah Makan H. Kunawi yang berada di Kampung Klego. Namun bila ingin mencicipi tauto yang sedikit berbeda, cobalah Warung Tauto Ibu Nunik yang berada tak jauh dari Monumen Djoeng Pekalongan. Di sini, tauto yang dijual menggunakan irisan daging ayam, bukan daging sapi.
Nasi Megana (Dibaca: Megono)
Nasi megana merupakan hidangan nasi khas daerah sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Setiap daerah tersebut memiliki nasi megananya masing-masing yang memiliki bahan utama berbeda. Di Pekalongan, gori atau nangka muda menjadi bahan utama hidangan khas yang selalu menjadi rekomendasi pertama orang lokal soal kuliner.
Nasi megana adalah hidangan berupa nasi putih bertabur cacahan gori yang telah dibumbui dengan bawang merah, bawang putih, ketumbar, kemiri, dan kecombrang sebagai penguat aroma. Pada era Mataram Kuno, makanan ini disajikan sebagai persembahan kepada Dewi Padi agar panen berlimpah. Ketika Islam masuk ke Jawa, sebagai bentuk percampuran budaya, nasi megana disuguhkan ketika acara keagamaan, seperti tahlilan dan slametan-budaya masyarakat agraris. Namun saat ini, megana bisa sangat mudah dijumpai di warung-warung makan di seluruh Pekalongan dan menjadi santapan sehari-hari yang disajikan bersama lauk pauk ataupun makanan khas Pekalongan lainnya, seperti garang asem dan pindang tetel.
Sangat mudah menemukan hidangan ini di Pekalongan, salah satunya Warung Makan Indrasari yang berada tak jauh dari alun-alun Kota Pekalongan.
Kopi Tahlil
Bicara soal sajian saat acara tahlilan dan slametan, kopi tahlil memiliki cerita serupa. Salah satu minuman khas Pekalongan ini merupakan percampuran budaya Jawa dan Arab. Puluhan tahun lalu di Pekalongan, kopi hitam/kopi susu dengan campuran jahe biasa disajikan untuk acara tahlilan dan slametan sehingga dinamakan kopi tahlil. Kopi yang lumrah diminum malam hari ini dipercaya dapat meningkatkan energi yang terbuang setelah seharian beraktivitas. Di kedai-kedai kopi tahlil pinggir jalan di Pekalongan biasanya menyajikan jajanan lain yang mirip dengan angkringan, seperti satai, usus, gorengan, kacang, dan ketan yang disiram gula merah.
Bagi penikmat kopi, rasanya tak lengkap bila datang ke Pekalongan tanpa mencicipi kopi tahlil murah merah seharga Rp5.000 di pinggir jalan Kota Pekalongan, misalnya di Jalan Dr. Cipto Mangunkusumo, tak jauh dari The Sidji Hotel.
Sumber: https://wewerehere.id/post/kuliner-khas-pekalongan-kaya-rasa-dan-sejarah
0 komentar:
Posting Komentar