3 Sejarah Makanan Khas Pekalongan

0 komentar

Image result for GAMBAR SEGO MEGONO KHAS PEKALONGANImage result for GAMBAR SEGO MEGONO KHAS PEKALONGAN 3. Sego Megono (Nasi Megono) Makanan Khas Pekalongan



Segomegono, adalah makanan yang berbentuk utama nasi dengan lauk dan sayuran “include dan inherent” di dalamnya. Dari segi bahasa Sego artinya nasi sedangkan megono kalau ditelusuri tidak ada akar kata asli Jawa tentang kata tersebut. Ada kemungkinan bahwa megono berasal dari kata mego (Tulisannya mega- red) yang berarti awan/mega dan gegono (Tulisannya gegana- red) yang berarti angkasa. Jadi bila dirangkai menjadi kalimat mungkin akan berbunyi : Megono = Mego ing Gegono
Mengapa didapatkan kalimat unik di atas tersebut ?

Marilah kita amati sifat dan penampakan mega di angkasa. Mega berwarna putih bersih sampai kelam yang biasa disebut mendung, pertanda hujan. Ada juga warna mega yang merah terutama di sore atau pagi hari. Berdasarkan penampakan mega tersebut, Segomegono pun terdiferensiasi mulai dari yang berwarna putih bersih, kelam, jingga yang merah merona (kalimat puitis- red).
Segomegono, timbul pertama kali ketika dikenal ada gerilyawan yang memasuki wilayah Purworejo waktu itu. Seperti Pangeran Diponegoro, Sentot Prawirodirjo, Perang Kemerdekaan I dan II (atau Agresi Belanda I dan II). Keadaaan waktu itu dapat dibayangkan sebagai daerah yang subur tetapi dengan keadaan perang membuat hasil bumi sangat menurun tajam dan penghematan di segala bidang, termasuk dalam konsumsi. Bila kita menanak nasi dengan cara konvensional akan timbul kerak nasi (dalam bahasa Jawa Intip). Bagi kebanyakan orang, waktu itu, kerak nasi tersebut akan dijemur dan dikeringkan dan disimpan untuk dimasak lagi, menjadi nasi. Itulah cikal bakal Segomegono. Penyempurnaan terus dilakukan dengan menambahkan berbagai bumbu termasuk mencoba dipadukan dengan urap dan berbagai sayuran dan lauk lainnya.
Kemajuan pesat terasa ketika gerilyawan masuk ke desa dengan cara yang sangat mendadak dengan muka yang lusuh, kelelahan dan tanpa dukungan logistik yang memadai. Penduduk desa yang melihat keadaan tersebut segera “cancut taliwondo” menghubungi tetangga-tetangga untuk membuat makanan yang dapat mengembalikan kesegaran pejuang-pejuang tersebut. Tapi apa daya ? Dengan mengumpulkan beras yang sangat sulit didapat dan lebih banyak mendapatkan intip kering. Persoalan muncul ketika bahan terkumpul lauk atau sayurnya apa ? Atas inisiatif “sesorang” (Tokoh inilah sebenarnya penemu Segomegono, tetapi sayang keterbatasan data menyebabkan sulit untuk mengetahui siapa tokoh tersebut) pengumpulan bahan sayuran pun dikumpulkan, untuk sayuran tidak menemui hambatan sedikitpun, tetapi untuk lauk pada jaman itu yang banyak tersedia adalah ikan asin.
Begitu melihat bahan yang terkumpul, kondisi yang membutuhkan cara pemasakan yang cepat, makanan yang mengandung semua unsur pokok gizi, agar stamina para gerilyawan meningkat lagi, maka terpikirlah memasak makanan itu bersama-dan dijadikan satu sehingga menghemat waktu, tenaga dan tempat untuk menampung makanan yangsudah jadi. Dan seperti teriakan Archimedes “:Eureka” maka suatu nama perlu dimunculkan untuk makanan lengkap tesebut, akhirnya setelah melalui proses yang sangat-sangat spontan tiba-tiba terlintas “megono !!!!!!!!!”, ya megono, nama yang indah dan bernuansa lain serta kata itu menggambarkan semua segi filosofi, kedalaman rasa dan bentuk fisik dari makanan itu.

Pada saat perang kemerdekaan, ketika semakin banyak gerilyawan yang datang dan pergi, Segomegono menjadi sebuah nama yang menjadi impian harapan dan kesenangan yang sangat-sangat menghibur dan memberikan kelegaan, kebahagiaan yang akan terus dikenang oleh para gerilyawan tersebut. Sampai-sampai karena berita tersebut Segomegono menjadi sebuah pencarian yang kadang terasa agak magis dan melegenda diantara para gerilyawan. Ketika kemerdekaan RI telah dicapai dan pekik “merdeka !!!!” menjadi salam nasional, di Purworejo pekik tersebut oleh para gerilyawan diteriakkan dengan Merdeka !!!!
Megono !!!!!!” yang berati mereka sangat menginginkan Segomegono sebesar mereka menginginkan kemerdekaan . Itulah asal mula segomono sehingga bentuk paripurnanya dapat kita lihat dan rasakan hingga sekarang.
Segomegono yang asli berwarna agak “kotor” atau agak mendung yang menandakan dibuat dari kerak nasi, sedangkan yang putih bersih biasanya dibuat dari beras, disediakan untuk para “penikmat pemula”. Bentuk Segomegono adalah “nasi” dengan warna agak kecoklatan atau kemerahan untuk yang pedas berasa pedas. Sayuran yang terdapat Segomegono adalah daun bayam, ketela, daun kacang pancang (mBayung, Jawa-red) atau hijauan yang lain. Sayuran tersebut dicampurkan dengan “nasi” yang sudah matang dengan ditambah sambal “jenggot” yaitu sambal yang terbuat dari parutan kelapa. Sambal inilah yang menyebabkan warna kemerahan seperti senja hari. Satu bagian yang tidak dapat dilepaskan dari Segomegono adalah ikan asin, yang ditumbuk dan dicampurkan bersama-sama dengan sambal dan sayuran. Segomegono yang asli menggunakan ikan asin bukan ikan segar, sehingga aromanya terasa tajam, khas paduan antara aroma “nasi”, sambal, sayuran dan ikan menjadi satu yang sangat membangkitkan selera dan imajinasi.
Perkembangan lebih lanjut dari Segomegono adalah dengan ditambah ikan segar yang digoreng dan terpisah. “Nasi” berasal dari beras bukan kerak nasi, dan aksesories lainnya yang makin memperbanyak khasanah ke-Segomegono-an di Purworejo.Salah satu variasi yang menjadi legenda adalah hasil kerja bareng antara penjual Segomegono dan penjual tempe legendaris mBok Pringgo. Variasi adalah yang terbaik dan tersisa hingga sekarang.
Untuk mendapatkan Segomegono yang asli dengan tempe legendaris mBok Pringgo, kita harus rela untuk bangun pagi minimal jam 06.00 pagi. Lokasinya di Pasar Pagi Purworejo, dekat dengan Buh Liwung (Jembatan Hanyut -red) sekitar 1 km Alun-Alun Purworejo ke arah Timur. Lebih baik lagi kalau kita sambil berjalan pagi menikmati suasana Pasar Pagi di pagi hari. Ketika jam 09.00 Pasar Pagi tersebut berakhir dan pindah ke Pasar Baledono. Biasanya dijual oleh penduduk asli asal Pegunungan Menoreh, karena dari tangan merekalah kita akan mendapatkan rasa Segomegono yang masih asli dan tanpa bahan aditif. Mirip dengan yang dirasakan oleh Prajurit Pangeran Diponegoro, Sentot Prawirodirjo, atau para pejuang kita yang bergerilya


Sumber : http://alwilwul.blogspot.com/2012/07/sejarah-sego-megono-nasi-megono-makanan.html

3 Sejarah Makanan Khas Pekalongan

1 komentar

Image result for GAMBAR SEGO MEGONO KHAS PEKALONGAN2. Pindang Tetel

Image result for pindang tetel pekalongan

Jump to navigationJump to search
Pindang tetel adalah makanan khas pekalongan yang berasal dari dindang Tetel
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasesa Ambokembang, Kedungwuni, Pekalongan. Meskipun bernama pindang tetel, masakan ini lebih mirip rawondan dibuat dari tetelan daging iga sapi, bukan ikan pindang.[1]
Pindang tetel merupakan sayur berkuah berisi tetelan daging sapi dan irisan daun bawang dengan bumbu pindang dicampur kluwek sehingga menyerupai rawon. Masakan ini disajikan dengan kerupuk merah dan kuning yang digoreng dengan pasir. Pindang tetel tidak cocok disajikan dengan kerupuk yang digoreng dengan minyak karena merusak cita rasanya.[2]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Pada mulanya, masyarakat Ambokembang hendak memanfaatkan hasil bumi kluwek dari daerah mereka. Saat mereka memadukan kluwek dengan tempe dan tahu, rasa masakan yang dihasilnya kurang enak. Akhirnya mereka menggunakan daging sapi dan ternyata rasanya enak, terutama bila daging sapi dipotong kecil-kecil (bahasa Jawaditetel-tetel). Selanjutnya, masyarakat Ambokembang menyebutnya Pindang Tetel.

sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Pindang_tetel

3 Sejarah makanan khas Pekalongan

0 komentar

Image result for GAMBAR SEGO MEGONO KHAS PEKALONGAN 1.Tauto Pekalongan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jump to navigationJump to search
Tauto Pekalongan
Soto Pekalongan.jpg
Asal
Daftar asalBendera Indonesia Indonesia
Dari daerahPekalonganJawa Tengah
Detail
Penyajiandisajikan panas
Tauto Pekalongan atau Soto Pekalongan adalah makanan khas Pekalongan dari dua perpaduan kebudayaan kuliner (Tionghoa dan India) yang menyatu dan terjadi di Pekalongan. Tauto berasal dari Caudo (soto kuliner Tiongkok) dan Tauco bumbu India. Sering orang luar kota Pekalongan menyebutnya dengan Soto Pekalongan.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Tauto berasal dari nama makanan Tiongkok yang bernama Caudo yakni sebuah makanan yang berkuah, yang pertama kali dipopulerkan di wilayah Semarang. Lambat laun orang pribumi khususnya Jawa memberikan sebutan Soto yang berasal dari Homofon Caudo. Kalau di Makasar makanan ini disebut Coto dan di daerah Pekalongan sendiri, masyarakat menyebutnya Tauto.
Makanan yang dulunya untuk masyarakat pecinan ini seiring dengan berjalannya waktu, orang pribumi pun menjadikan makanan ini menjadi bagian dari kuliner mereka. Tak terkecuali masyarakat Pekalongan juga ikut menjadikan makanan ini sebagai kuliner mereka, tak cukup dengan menikmatinya saja masyarakat Pekalongan rupanya menyesuaikan olahan Caudo ini dengan bumbu-bumbu khusus agar pas dengan lidah mereka.
Awalnya orang-orang Jawa pada saat itu yang menjadi para pembantu bagi penjual Caudo/Soto yang ikut keliling memikul dagangan. Seiring berkembangnya zaman, karena tidak ada generasi keturunan Tionghoa yang mau meneruskan usaha ini, akhirnya warga pribumi itulah berinisiatif untuk meneruskan usaha kuliner yang khas ini.
Kekhasan Tauto yang diracik warga pribumi Pekalongan adalah dengan menggunakan mie putih atau soun, kemudian ditambah bumbu sambal goreng (tauco) yang berbahan dasar kedelai serta menggunakan bahan daging kerbau bukan dagign sapi.[1]

 sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Tauto_Pekalongan



 
  • Pekalongan FOOD © 2012 | Designed by Rumah Dijual, in collaboration with Web Hosting , Blogger Templates and WP Themes